Ketika Sholat Gubernur Bikin Repot Ratusan Orang

Ketika Sholat Gubernur Bikin Susah Ratusan Orang

Insya Allah, nanti malam (Selasa, 24 Agustus 2010), ada seorang pejabat gubernur yang akan sholat tarawih di Masjid Cut Mutiah, Jakarta Pusat. Seharusnya, masyarakat di sekitar masjid menyambut dan merasa gembira jika ada seorang pejabat apalagi setingkat gubernur yang berkenan sholat berjamaah di sebuah masjid di lingkungannya. Namun ternyata tak semua orang merasa seperti itu.

Hanya gara-gara kedatangan seorang gubernur, Masjid Cut Mutiah mau tidak mau diminta berbenah diri. Ta’mir masjid mau tidak mau terpaksa harus lebih sibuk lagi dari hari-hari sebelumnya di tengah agenda kegiatan Romadhon yang diadakan di Masjid Cut Mutiah. Bahkan tidak menutup kemungkinan, acara buka puasa bersama yang biasanya rutin diadakan pada saat maghrib dengan melibatkan masyarakat umum termasuk kaum papa terancam ditiadakan. Kalaupun tetap diadakan, acaranya akan terasa hambar.

Kenapa? Baca lebih lanjut

Kawasan Belakang Kampus UNS Bebas PKL, Gimana Menurutmu?

Kawasan Belakang Kampus UNS (Kondisi Sekarang Februari 201)


Tanggal 25 – 28 Februari 2010 lalu, aku pulang Solo menghabiskan liburan panjang akhir pekan yang bertepatan dengan adanya libur hari Maulid Nabi Muhammad SAW. Selama empat hari, aku lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah untuk menguras rasa kangen yang cukup tak tertahankan (:D lebay) terhadap my hometown, Solo. Maklum, belum berkeluarga. Sambil jalan-jalan bawa kamera Casio Exilim Ex-Z75, kupotret beberapa hal yang menarik perhatianku. Salah satunya adalah Kawasan Sekeliling Belakang Kampus UNS Solo.

Demi sedikit bernostalgia dengan suasana kampus, ku arahkan laju motor menuju kawasan belakang kampus UNS. Belum terlalu lama aku keluar dari rutinitas kuliah, tugas, dan ujian yang kuhabiskan di kampus itu, namun pemandangan sekeliling belakang kampus UNS ternyata sudah berubah drastis dari terakhir kali aku menyelesaikan studi strata-1 ku di sana.

Kawasan belakang kampus UNS yang dulu nampak ramai dengan aktivitas para mahasiswanya, kini nampak lebih sepi. Suasana yang nampak sepi ini barangkali disebabkan oleh adanya relokasi terhadap seluruh para penghuni kios-kios yang sebelumnya berada di belakang kampus tepat menempel pada dinding pagar tembok kampus UNS ke sebuah area yang telah disiapkan oleh Pemkot Solo demi menjaga ketertiban dan keindahan kota. Baca lebih lanjut

Cyber Style di Taman City Walk Solo

Sepasang Siswa Sekolah Sedang Hotspot Sambil Nglesot

Sepasang Siswa Sekolah Sedang Hotspot Sambil Nglesot

Tangal 25 – 28 Februari 2010 lalu, aku pulang Solo menghabiskan liburan panjang akhir pekan yang bertepatan dengan adanya libur hari Maulid Nabi Muhammad SAW. Selama empat hari, aku lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah untuk menghabiskan rasa kangen yang cukup tak tertahankan (:D lebay) terhadap my hometown, Solo. Maklum, belum berkeluarga.

Tempat yang pertama yang kukunjungi kali ini adalah taman city walk. Di sini, aku dulu sering menghabiskan banyak waktu untuk mengakses internet memanfaatkan fasilitas free hot spot area yang setahuku di-support oleh Pemkot Surakarta bekerjasama dengan PT. TELKOM SOLO. Baca lebih lanjut

Trotoar Sempit & Pedagang Kaki Lima

Trotoar Sempit Berlubang (Jakarta)

Waktu aku jalan menuju ke Mangga Dua Mall, aku memotret gambar di samping. Maksudku memotret gambar tersebut adalah untuk berbagi pendapat dan opini dengan kawan-kawan semuanya di dumay (dunia maya). Foto di samping itu menggambarkan sebuah jalur trotoar yang mestinya diperuntukkan untuk pejalan kaki.

Namun entah mengapa, trotoar ini menurutku sangat jauh dari kesan ideal dan layak untuk disebut sebagai trotoar. Dalam sebuah pengertian yang kuambil dari wikipedia, disebutkan bahwa Trotoar adalah jalur pejalan kaki yang umumnya sejajar dengan jalan dan lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan untuk menjamin keamanan pejalan kaki yang bersangkutan. Jika melihat foto di atas, apakah pas jika dikatakan sebagai trotoar?

Ukuran lebar trotoar yang di dalam foto itu berkisar tidak lebih dari 1 meter dan langsung berbatasan dengan jalan utama lalu lintas kendaraan bermotor. Selain itu, di trotoar masih ditanam pagar warna hijau yang semakin mempersempit lebar trotoar. Belum lagi lantai trotoar yang ada banyak berlubang dan hilang ubin lantainya. Belum cukup dengan itu di sisinya ada selokan cukup dalam yang mengeluarkan aroma yang tak sedap. Kalau seperti ini kondisinya, akankah pejalan kaki nyaman dan aman berjalan di atas trotoar? Aku rasa tidak. Baca lebih lanjut

Kenapa Pedagang Kaki Lima Harus Dilarang?

Pedagang Asongan Dilarang Berjualan

Pedagang asongan dan kaki lima dilarang berjualan di sepanjang area ini. Kalimat itulah yang tertulis di dalam rambu peraturan di tepi jalan protokol Mangga Dua Jakarta. Rambu larangan yang cukup besar lengkap dengan gambar gerobak yang disilang itu bisa terbaca dengan jelas dan mudah oleh setiap orang. Bahkan, yang buta huruf pun aku yakin bisa “membaca” maksud rambu itu. Namun, entah mengapa di sisi kiri – kanan rambu itu bertebaran puluhan pedagang asongan dan kaki lima lengkap dengan gerobak-gerobaknya. Mungkin inilah sekali lagi bukti ungkapan “Peraturan Dibuat Adalah Untuk Dilanggar”. 😀

Di Indonesia secara umum, aku yakin bayak sekali rambu-rambu peringatan atau larangan-larangan serupa yang hanya menjadi lip service belaka dan sering dilanggar, minimal disiasatin. Aku yakin anda lebih memiliki banyak contoh daripada saya. Hal seperti inilah yang membuat sekian banyak peraturan bak macan ompong dan seolah tidak berguna sama sekali. Apakah memang Peraturan dibuat untuk dilanggar semata?

Terlepas dari dilanggar atau tidaknya larangan-larangan seperti contoh pada foto di atas, yang menggelitikku adalah kenapa rambu-rambu larangan seperti itu lebih sering ditujukan dan dialamatkan kepada “wong-wong cilik”. Kenapa aku jarang, bahkan mungkin tidak pernah melihat adanya larangan-larangan yang secara langsung maupun tidak langsung ditujukan kepada orang-orang kaya dan konglomerat? Baca lebih lanjut

Asal Usul Pedagang Kaki Lima

Pedagang Kaki Lima di Tepi Jalan (Jakarta)

 

Menyebut Pedagang kaki lima atau disingkat PKL / PK5, yang teringat dalam benak kita seringkali adalah seorang pedagang yang menjual dengan sebuah gerobak roda dua dan satu kayu penyangga. Lebih dari itu, kesan semrawut, tidak tertib, dan kesan kumuh seringkali menjadi stigma negatifnya.

Siapa sih sebenarnya Pedagang Kaki Lima itu? Setidaknya ada dua asal-usul atau versi darimana kemunculan istilah Pedagang Kaki Lima. Pertama, orang secara umum mengetahui Pedagang Kaki Lima dikarenakan oleh alasan pedagang yang dimaksud memiliki “kaki” (dalam pengertian konotatif) berjumlah lima. Asosiasi ini tentunya akan mengarah kepada para pedagang yang berjualan dengan mendorong gerobak beroda dua. Dengan demikian, pedagang itu dianggap menjadi pedagang berkaki lima. Dua kaki adalah kaki dalam makna sebenarnya si pedagang, tiga kaki lainnya diasosiasikan pada dua roda gerobak dan satu kayu penyangganya.

Baca lebih lanjut