Hari Natal Bukan Hari Kelahiran Yesus Tapi Peringatan Berhala, So?

Download Artikel Lengkap (Klik di sini)

Selama ini, umat Kristiani meyakini bahwa Natal yang diperingati sebagai hari kelahiran Yesus jatuh pada setiap tanggal 25 Desember. Keyakinan tersebut sedemikian kuat sehingga setiap tahunnya umat Kristen dan Katolik selalu memperingatinya dengan perayaan-perayaan tertentu. Gereja Vatikan Roma pun menggelar misa khusus untuk memperingati hari kelahiran Yesus Kristus itu.

Natal berasal dari bahasa Portugis yang berarti “kelahiran”. Kedatangan Natal, biasanya diramaikan dengan pernak-pernik Santa Clause atau biasa disebut dengan Sinterklas serta pohon-pohon Natal (aku menyebutnya pohon cemara) buatan lengkap dengan pernak-perniknya. Sementara di wilayah-wilayah Eropa, Natal identik dengan salju. Pada negara-negara yang berbahasa Arab, Natal disebut dengan Idul Milad.1 Bagiku, pernak-pernik adanya sinterklas, pohon cemara, dan salju merupakan hal yang mengusik nalar. Betapa tidak, sebuah peringatan hari kelahiran Yesus Kristus yang dilahirkan di kawasan timur tengah kok diramaikan dengan sinterklas, pohon natal cemara, dan salju. Demikianlah kegusaranku sejak SMP. Meskipun demikian, aku seneng aja melihat film-film spesial Natal di RCTI. Waktu SD-SMP, Home Alone adalah film favoritku yang sering diputar RCTI setiap menjelang hari Natal. 😀

Dalam tradisi barat, peringatan Natal juga mengandung aspek non-agamawi. Sebagian besar tradisi Natal berasal dari tradisi pra-Kristen barat yang diadopsi ke dalam tradisi Kristiani. Selain itu, peringatan Natal dalam tradisi barat (yang kian mendunia) ditandai dengan bertukar hadiah antara teman dan anggota keluarga serta datangnya Santa Claus atau Sinterklas. Tradisi Natal yang kehilangan nilai-nilai unsur agamawi khususnya ke-kristen-an ini seperti halnya perayaan Tahun Baru Hijriyah (Tahun Baru Islam) yang “diganti” dengan malam 1 Suro. Pada akhirnya, nilai-nilai keislaman pada malam pergantian tahun Hijriyah justru dipenuhi dengan kegiatan-kegiatan kejahiliyahan yang sangat bertentangan dengan spirit Islam2. Sebagai misal, perayaan malam 1 Suro di Solo dengan tradisi arak-arakan Kerbau Kyai Slamet yang semakin dipopulerkan.3

Banyaknya simbol-simbol, yang menurutku tidak pas dengan peringatan kelahiran Yesus, membuatku bertanya-tanya apa memang Natal benar-benar hari kelahiran Yesus (baik versi Kristen atau Islam)? Atau, jangan-jangan hari Natal sebenarnya memanglah bukan hari kelahiran Yesus? Dua pertanyaan itulah yang antara lain membuatku bertanya-tanya.

Jawaban atas pertanyaanku pun akhirnya mulai datang. Baca lebih lanjut