Sandiwara Radio Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

Menikmati hiburan audio ternyata cukup menyenangkan juga. Beberapa pekan ini, entah kenapa aku begitu gandrung mendengarkan file-file lama sandiwara radio yang pernah terkenal di periode tahun sebelum 1990an. Diantara sandiwara radio yang kudengarkan itu adalah sandiwara radio yang diadopsi dari novel karangan Buya Hamka berjudul “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck”.

Sandiwara kaset/audio “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” ini diproduksi oleh Yayasan Pembina Pembangunan Sumatera Barat dalam rangka pengawetan naskah-naskah sastra. Sandiwara yang digubah oleh Nuraida M Ishaq ini menampilkan para pelaku: Embas Balenka sebagai Zainuddin, Elly Kasim sebagai Nur Hayati, Makmur Hendrik sebagai Aziz, Samsi Hasan sebagai Muluk, dan disutradarai oleh Nazif Basyir. Baca lebih lanjut

Mengawali Membaca Novel The Lost Symbol


Hmm, mulai kemaren (20 Juni 2010), mumpung libur, aku mengisi aktivitasku di kamar kos dengan membaca novel thriller karya Dan Brown, The Lost Symbol. Buku itu sendiri sebetulnya telah kubeli di Kwitang sejak bulan lalu bersama dengan novel menarik lainnya karya Ahmad Fuadi, Negeri 5 Menara. Namun, dikarenakan melihat tebal buku yang cukup nyaman untuk dijadikan sebagai bantal dan kesibukan kerja rutinitas harian membuatku menunda-nunda untuk membaca karya Dan Brown itu.

Seperti novel-novel Dan Brown teradahulu (Digital Fortress, 1998; Angels & Demons, 2000; Deception Point, 2001; dan terakhir The Da Vinci Code, 2003), sosok penulis ini begitu tertarik untuk menjadikan objek-objek simbol, kode rahasia, misteri, kriptopgrafi, kunci, sandi, teori konspirasi dan hal-hal ‘mistis’ namun juga sekaligus bermuatan science.

Pada The Lost Symbol, Brown masih menggunakan sosok Robert Langdon sebagai tokoh utama dalam novel ini. Berperan sebagai seorang simbolog, Robert Langdon sangat tepat menyampaikan ‘pesan’ kepada pembaca untuk berdecak kagum dengan plot yang diusung Brown dalam menyingkap selimut tabir misteri-misteri dan rahasia kuno di Amerika Serikat. Baca lebih lanjut

Selesai Membaca Negeri 5 Menara

Novel Negeri 5 Menara

Gara-gara sakit, atau lebih tepatnya kurang enak badan, alhamdulillah aku justru bisa beristirahat di rumah selama liburan di Solo. Sambil istirahat, aku juga bisa merampungkan membaca novel Negeri 5 Menara yang sepekan sebelumnya kubeli di Kwitang, Jakarta Pusat dengan harga Rp. 18.000,-.

Negeri 5 Menara atau disebut pencintanya dengan N5M adalah novel motivasi yang ditulis oleh seorang alumni Kulliyatul Mu’allimin (KMI) pondok pesantren modern Gontor, Ahmad Fuadi. Ia merupakan seorang santri yang berhasil melanjutkan sekolah dan studinya hingga ke luar negeri, tepatnya di Amerika Serikat. Ia berhasil menaklukkan The George Washington University di kota Washington DC dan Royal Holloway, Universitas London, Inggris, dan menggondol gelar MA. Puluhan beasiswa juga berhasil ia raih sebagai bukti prestasinya.

Mungkin karena ingin mengabadikan kesannya saat masuk di sebuah pesantren di Ponorogo itu, Fuadi lantas menuangkannya dalam tulisan berbentuk karya sastra berjudul novel Negeri Lima Menara. Novel itu sendiri sebenarnya berkisah tentang kehidupan para santri di sebuah pesantren di Ponorogo. Fuadi menyebutkan pesantren itu dengan nama Pondok Madani (PM) yang sebenarnya tidak lain tidak bukan adalah Pondok Pesantren Modern Gontor Ponorogo itu sendiri. Baca lebih lanjut