Gus Dur Meninggal Dunia, Alhamdulillah atau Inna Lillah ??

Membaca di detik.com beberapa saat lalu (hari Rabu, 30 September 2009 sekitar pukul 19.10 an), dikabarkan bahwa Gus Dur telah meninggal dunia. Menjadi sebuah persoalan bagi beberapa kawan (mungkin aku juga) mengenai apa yang harus diucapkan. Beristirja’ diikuti doa memohonkan ampun atau bersyukur diiringi permohonan ampun atau beryukur tanpa memohonkan ampun.

Kenapa aku melontarkan tiga pertanyaan itu? Persoalannya adalah selama ini Gus Dur dikenal sebagai salah seorang tokoh yang kerap dianggap melecehkan Islam dan ulama meskipun ia sendiri secara KTP (sepertinya) seorang muslim. Masih segar dalam ingatan kita bahwa ia menyebut kitab suci al Quran sebagai Kitab Suci paling Porno. Sebuah ungkapan yang tidak sepantasnya keluar dari mulut seorang mukmin meskipun hanya dalam gurauan semata.

Masih adakah hal-hal “nyeleneh” lainnya dari pribadi seorang Gus Dur yang oleh para ulama dianggap membahayakan akidah Islamnya?

Beberapa kalangan Islam banyak sekali dibuat heran dengan beraneka macam sikap Gus Dur yang aneh-aneh dan tidak sesuai dengan koridor syariat Islam. Seperti misalnya pandangan Gus Dur yang lebih membela aliran sesat Ahmadiyah yang punya Nabi baru daripada membela Islam. Sebagai seorang muslim, menurut pandangan kalangan ulama, sikap Gus Dur tersebut bertentangan dengan prinsip Islam. Kenapa sebuah kelompok yang secara nyata melecehkan Islam dan sengaja mengatasnamakan diri sebagai Islam padahal tidak patuh pada aturan-aturan Islam seperti Ahmadiyah justru dibelanya mati-matian sementara sebagian kalangan muslim yang hendak menegakkan Syariat Islam justru ditentang mati-matian pula?

Selain mengatakan Al Quran Kitab Suci Paling Porno, Gus Dur juga pernah mengusulkan agar MUI dibubarkan gara-gara MUI memfatwa sesat sejumlah aliran sesat di Indonesia (sumber). Tak hanya itu, karena ia merupakan mantan Ketua Umum PBNU, maka ia meminta GP ANSOR menentang penentang Ahmediyah (sumber). Padahal institusi NU juga sependapat dengan pendapat MUI bahwa Ahmadiyah adalah sesat dan bukan Islam.

Ketika umat Islam sedang berjuang (baca: berjihad dengan harta dan jiwa memperjuangkan kemerdekaan melawan penjajah Yahudi Israel, Gus Dur justru berkunjung ke Simon Wiesenthal Center, sebuah LSM Yahudi di AS yang memperjuangkan berdirinya Israel. Di sana, ia datang sebagai tamu undangan dan menerima penghargaan. (sumber 1; sumber 2)

Menurut catatan beberapa ulama dan tokoh-tokoh Islam, seperti Hartono Ahmad Jaiz (penulis buku-buku Aliran Sesat Dalam Islam), mengungkapkan bahwa sikap Gus Dur justru selalu menolak hal-hal yang berbau Islam dan mendukung hal-hal yang non-Islam. Diantara contoh yang ia kemukakan antara lain:

Ketika aturan dibuat di daerah, dan itu sekiranya dianggap berbau Islam, misalnya tentang melarang pelacuran, maka Gus Dur menolaknya, bahkan menyebutkan akan bisa kacau. Lebih dari itu ketika ditanya tentang otonomi daerah yang hendak mengatur persoalan agama, dan pertanyaan itu masih difahami sebagai agama Islam (karena kaitannya dengan pertanyaan tentang Perda mengenai larangan pelacuran) maka Gus Dur lebih tegas lagi menolaknya. Sebaliknya, ketika Gus Dur ditanya tentang daerah-daerah yang mayoritas non-muslim apakah dibolehkan menerapkan aturan agama mereka masing-masing (yang mayoritas itu, Bali Hindu, NTT Nasrani, Papua Nasrani, pen) dengan alasan otonomi daerah? Gus Dur buru-buru menjawab: Iya nggak apa-apa. Itu konsekuensinya kan? Makanya, kita tidak usah ribut-ribut soal perda dan aturan yang berasal dari satu agama (sumber)

Dalam sebuah wawancara, Gus Dur mengatakan: “Yang disebut aurat itu juga perlu dirumuskan dulu sebagai apa. Cara pandang seorang sufi berbeda dengan ahli syara tentang aurat, demikian juga dengan cara pandang seorang budayawan. Tukang pakaian melihatnya beda lagi; kalau dia tak bisa meraba-raba, bagaimana bisa jadi pakaian. ha-ha-ha.. Batasan dokter beda lagi. Kerjanya kan ngutak-ngutik, dan buka-buka aurat, itu, he-he-he.

Saya juga heran, mengapa aurat selalu identik dengan perempuan. Itu tidak benar. Katanya, perempuan bisa merangsang syahwat, karena itu tidak boleh dekat-dekat, tidak patut salaman. Wah saya tiap pagi selalu kedatangan tamu. Kadang-kadang gadis-gadis dan ibu-ibu. Itu bisa sampai dua bis. Mereka semua salaman dengan saya. Masak saya langsung terangsang dan ingin ngawinin mereka semua?! Ha-ha-ha.. Oleh karena itu, kita harus hati-hati. Melihat perempuan tidak boleh hanya sebagai objek seksual. Perempuan itu sama dengan laki-laki; sosok makhluk yang utuh. Jangan melihatnya dari satu aspek saja, apalagi cuma aspek seksualnya.

Padahal Rasul SAW:
قَوْلِهِ صلى الله عليه وسلم فِي مُبَايَعَةِ النِّسَاءِ إنِّي لَا أُصَافِحُ النِّسَاءَ وَمَا قَوْلِي لِامْرَأَةٍ وَاحِدَةٍ إلَّا كَقَوْلِي لِمِائَةِ امْرَأَةٍ رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَقَالَ حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَالنَّسَائِيُّ وَابْنُ مَاجَهْ وَابْنُ حِبَّانَ

Sabda Nabi saw dalam pembaiatan para wanita: Sesungguhnya aku tidak bersalaman dengan wanita, dan tidaklah perkataanku kepada satu wanita kecuali seperti ucapanku kepada seratus wanita. (Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, ia berkata, hadits hasan shahih, dan An-Nasa”I, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban).

Gus Dur juga pernah berkata, “Bagi saya, Tuhan itu tidak perlu dibela!”

Sementara itu ayat berkata:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ(7)

Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. (QS Muhammad/ 47 : 7).

Melihat pembahasan di atas, maka aku pun melontarkan pertanyaan itu. Bagaimana pendapat anda? Mengucap kalimat istirja’ (inna lillahi wa inna ilaihi roji’un_pen) diikuti doa memohonkan ampun atau bersyukur (alhamdulillah_pen) diiringi permohonan ampun atau beryukur tanpa memohonkan ampun?

(ahmed fikreatif)

Berhubung banyaknya komentar yang masuk dengan banyak mengucapkan kata-kata kotor dan kurang sopan, mohon maaf jika saya tidak meloloskannya untuk ditampilkan, kecuali jika anda meninggalkan “jejak yang jelas” berupa alamat blog anda agar opini anda bisa dipertanggungjawabkan. Sekali lagi mohon maaf.